POTRET KE-KINIAN PERBIBITAN TERNAK DI NTB; MEMENEJ POTENSI SUMBERDAYA, SERTIFIKASI PRODUK DAN ASOSIASI PELAKU USAHA Oleh Armin Alamsyah, – Kasi Perbibitan Ternak Sepuluh peran strategis sektor peternakan dalam mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah, dan kesejahteraan masyarakat Nusa Tenggara Barat pada khususnya, pertama sebagai daerah sumber ternak bibit dan ternak potong Nasional. Kedua, Sumber pendapatan dan penghasilan utama masyarakat. Ketiga, Sebagai investasi jangka panjang masyarakat pedesaan seperti modal haji, tabungan dan biaya pendidikan, keempat, Sumber protein hewani yang sangat berguna bagi kecerdasan, prestasi dan mencegah gizi buruk, kelima, Pengediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat, keenam, Pengeimbang lingkungan hidup melalui pemanfaatan pupuk organik dari kotoran dan limbah peternakan, ketujuh, Pengembangan energi terbaharukan gas bio, kedelapan, Penyedia bahan baku industri pengolahan pangan dan tekstil, kesembilan, Penyumbang kontribusi PDRB 14,27 % dari sektor Pertanian dan kesepuluh, Sumber Pendapatan Asli Daerah NTB melalui penjualan ternak bibit dan potong untuk 14 daerah konsumtif. Ternak sapi menjadi salah satu komoditas unggulan daerah, sebagai pengungkit ekonomi masyarakat dan daerah, penyemangat pelaku usaha dan semangat berkelompok masyarakat pedesaan. Keunggulan komparatif dan dayasaing ternak sapi bali antara lain populasi dan produktif ternak yang terus meningkat seiring dengan pertambahan pangsa pasar, tingkat fertilitas ternak cukup tinggi, kemampuan adaptasi ternak terhadap perubahan lingkungan sangat baik, dan kualitas karkas ternak potong sangat proporsional, serta ternak bebas dari penyakit hewan menular strategis. Pada dasarnya, pengembangan ternak sapi di daerah ini sangat potensial, prospektif dan menguntungkan, hal ini didukung populasi, sosial budaya masyarakat, ketersediaan lahan dan pakan, kelembagaan kandang kolektif, peluang dan pangsa pasar yang tinggi didalam dan luar daerah, serta kebijakan pemerintah pusat yang menetapkan daerah Nusa Tenggara Barat sebagai salah satu sumber ternak sapi bibit dan ternak potong Nasional. Namun pengembangan usaha ini belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai good manajemen practis yang baik, sebagian besar para peternak hanya berusaha memelihara ternak untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek dengan kepemilikan rata-rata 3-5 ekor, belum berorientasi usaha skala besar dengan kepemilikan 6-10 ekor, apalagi berpikir untuk usaha yang lebih efektif, waktu pemeliharaan efisien sehingga menguntungkan, padahal komoditi ini menjadi salah satu pengungkit ekonomi kerakyatan dan sudah menjadi ikon pembangunan di daerah ini, disamping potensi lainnya. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk lima tahun kedepan mendambakan terwujudnya Masyarakat yang Beriman, Berbudaya, Berdayasaing dan Sejahtera. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, pemerintah daerah menetapkan tujuh misi utama yang menjadi acuan pembangunan selama lima tahun kedepan yaitu 1. Mempercepat perwujudan masyarakat yang berkarakter melalui pemantapan ketaatan beragama, peningkatan budi pekerti, dan pengembangan toleransi 2. Mengembangkan budaya dan kearifan lokal untuk pembangunan, 3. Melanjutkan ikhtiar reformasi birokrasi yang bersih dan melayani, penegakan hukum yang berkeadilan, dan memantapkan stabilitas keamanan, 4. Meningkatkan mutu sumberdaya manusia yang berdayasaing melalui optimalisasi pelayanan pendidikan, kesehatan, keluarga berencana dan kesejahteraan sosial yang berkualitas, terjangkau dan berkeadilan gender, 5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat penurunan kemiskinan, dan pengembangan keunggulan daerah melalui industri pariwisata, agroindustri, dan ekonomi kreatif berbasis budaya, sumberdaya lokal dan iptek, 6 Melanjutkan percepatan pembangunan infrastruktur dan konektifitas antar wilayah berbasis tataruang, dan 7 memantapkan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Menapaki visioner diatas, maka pembangunan peternakan kedepan harus mampu menjawab berbagai tantangan dan hambatan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya dan peluang yang dimiliki secara optimal, untuk mendorong pencapaian kinerja misi ke-5 RPJMD. Sesuai rencana strategic pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB dan mengacu regulasi teknis lainnya, pada dasarnya pembangunan peternakan secara menyeluruh dimaksudkan untuk memanfaatkan segala potensi dan sumberdaya peternakan dalam meningkatkan kesempatan berusaha, meningkatkan kualitas dan kuantitas produk, membuka akses informasi, pemasaran dan kebutuhan pangan bagi masyarakat, dan lebih penting lagi meningkatkan ketahanan pangan di daerah. Oleh karenanya, pengembangan potensi dan sumberdaya perbibitan, perbaikan kualitas ternak bibit sesuai standar dan sertifikasi terhadap ternak bibit serta peranan asosiasi pelaku usaha perbibitan secara sinergis akan merangsang berkembangnya usaha-usaha perbibitan secara produktif, peningkatan semangat berusaha kolektif, penyediaan dana talangan pelaku usaha dan pemerintah, penataan tataniaga dan pemasaran yang lebih berpihak, dengan harga yang menguntungkan masyarakat peternak. Potensi dan kekayaan sumberdaya ternak Pertumbuhan populasi ternak sapi selama lima tahun terakhir 8,8 %, pada tahun 2015 populasi ternak sapi mencapai ekor, dengan potensi ternak induk betina produktif sebesar 50,85 %, artinya bahwa apabila ternak induk betina produkif dipelihara dengan manajemen perbibitan yang baik, pemberian pakan berkualitas dalam jumlah yang cukup dan memenuhi kebutuhan produksi, pelayanan kesehatan hewan yang menyeluruh terutama gangguan reproduksi maka setiap tahun maksimal akan tersedia ekor pedet, dan apabila 50 % dari dari pedet yang lahir merupakan kouta pengeluaran ternak bibit, nilai investasi yang diperoleh peternak dari ternak bibit pada periode berjalan sebesar 2,6 triliun, fakta selama lima tahun terakhir pengeluaran ternak bibit mencapai ekor dan permintaan ternak bibit setiap tahun cenderung meningkat drastis. Nominal investasi yang akan diperoleh peternak secara menyeluruh bisa lebih tinggi, apabila ternak potong sudah mencapai berat potong yang ideal sebesar 350-500 kg pada umur 3-4 tahun, namun selama ini penurunan kualitas dan performance ternak potong terus mengalami degradasi serius, dibeberapa lokasi pasar hewan, jumlah ternak potong yang ideal masih sangat terbatas. Hal ini ditengarai akibat menurunnya kualitas ternak bibit karena inbreeding yang semakin tinggi, dan kualitas pakan bermutu tidak tersedia dalam jumlah yang cukup. Program pemberdayaan kelompok selama lima tahun terakhir meningkat sangat signifikan mencapai lokasi kelompok KTT, sebagai salah satu upaya percepatan produksi dan produktifitas ternak, pendekatan pengembangan usaha perbibitan melalui kelompok dan penguatan kapasitas padang pengembalaan menjadi sangat penting untuk dilaksanakan secara berkelanjutan. Tahun 2015 sebanyak 117 kelompok mendapatkan penguatan kelembagaan melalui distribusi ternak bibit, peningkatan sarana prasarana perbibitan, pengembangan bibit hijauan pakan ternak, perbaikan kandang kelompok dan peningkatan kapasitas SDM pelaku usaha melalui studibanding ke lokasi perbibitan yang sudah maju dan berkembag baik. Mencermati pola usaha pengembangan peternakan yang berkembang, sebagian besar kelompok masih melakukan pola budidaya, tanpa adanya target produksi yang jelas, apalagi menerapkan system seleksi terhadap induk, penerapan recording dan penimbangan secara berkala, sehingga produk yang dihasilkan memenuhi standard dan mutu ternak bibit yang baik. Untuk mendapatkan ternak bibit yang memenuhi standar, pola usaha harus diterapkan melalui kelompok-kelompok perbibitan, dimana seleksi induk, recording dan penimbangan secara berkala akan menentukan kualitas ternak bibit. Perbaikan kualitas usaha pembibitan dengan fasilitasi usaha bersama di sektor hulu dan hilir sangat ditentukan berbagai hal diantaranya, usaha pembibitan secara komersial dan berorientasi pasar, terjalinnya kerjasama antar kelompok pembibit lainnya, terciptanya iklim usaha yang kondusif agar para anggota mampu mengembangkan kelompoknya secara partisipatif, berkembangnya kreativitas dan prakarsa anggota untuk memanfaatkan setiap peluang usaha, informasi dan akses permodalan yang tersedia, disertai dengan peningkatan kemampuan dalam menganalisa potensi pasar dan peluang usaha serta menganalisis potensi wilayah dan sumber daya yang dimiliki untuk mengembangkan komoditi yang dikembangkan/diusahakan guna memberikan keuntungan usaha yang optimal. Disamping hal tersebut, peningkatan kemampuan anggota untuk dapat mengelola usaha pembibitan secara komersial, berkelanjutan dan ramah lingkungan. Populasi ternak sapi potong Indonesia saat ini dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dimana secara nasional menjadi gejala penurunan populasi terus menerus dari tahun ketahun, hal ini selain disebabkan oleh factor peningkatan populasi dan produksi daging tidak seimbang dengan permintaan daging, pemotongan sapi pejantan yang berkualitas baik dan produktif dalam jumlah besar, dan tidak tersedianya bibit yang bermutu baik dalam jumlah yang cukup, mudah diperoleh dan harganya terjangkau. Melihat kondisi dilapangan saat ini penampilan sapi potong yang umurnya cukup, tetapi secara performans tidak menggambarkan kesesuaian antara umur dan ukuran tubuh. Hal ini menunjukkan adanya penurunan genetik pada ternak yang ada. Untuk itu perlu dilakukan pemuliaan yng terarah dan kontinyu pada sumber bibit. Disamping itu peningkatan produktifitas melalui pendekatan factor genetic dapat dilakukan dengan menyediakan bibit unggul khususnya seleksi pejantan melalui uji performan, hasil kegiatan ini harus disebarkan kedaerah-daerah sumber bibit yang membutuhkan intensifikasi kawin alam atau melalui inseminasi buatan. Untuk mendorong berkembangnya pemuliaan ternak atau uji performance secara berkelanjutan, kelompok-kelompok pembibitan harus dilakukan pembinaan secara intensif, terarah dan terpadu. Selama ini kelompok-kelompok yang sudah diterapkan pemulihaan ternak atau uji performance di kabupaten Lombok Tengah sebanyak 25 lokasi merupakan kelompok binaan ACIAR, dengan populasi awal ekor, sebanyak 61% merupakan induk dan calon induk. Pemberian pakan berkualitas sesuai dengan berat badan terjadwal, recording dan penimbangan terhadap pertumbuhan sapih sejak lahir berat sapih 205 hari, seleksi dilakukan setiap tiga bulan sekali untuk memperoleh pejantan yang mutu sesuai dengan jadwal Jumlah anak yang dilakukan recording sebanyak 20%, sehingga diperoleh ternak bibit yang memenuhi standar untuk dikembangbiakan secara berkelanjutan. Perbaikan kualitas ternak bibit Undang Undang nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Pasal 13 menyatakan bahwa penyediaan dan pengembangan benih, bibit dan bakalan dilakukan dengan mengutamakan produksi dalam negeri dan kemampuan ekonomi kerakyatan. Pemerintah berkewajiban melakukan pengembangan usaha pembenihan dan/atau pembibitan dengan melibatkan peran serta masyarakat untuk menjamin ketersediaan benih, bibit dan/atau bakalan, dan Ayat 4 menyatakan bahwa setiap benih atau bibit yang beredar wajib memiliki sertifikat layak benih atau bibit yang memuat keterangan mengenai silsilah dan ciri-ciri keunggulan tertentu. Mempertegas amanat Undang Undang tersebut, kementerian pertanian telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2011 tentang Sumber Daya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak, yang Pasal 60 ayat 1 menyatakan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memfasilitasi peternak, perusahaan peternakan, dan masyarakat untuk membentuk lembaga pembenihan dan/atau pembibitan. Demikian pula pada Pasal 62 dinyatakan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara fasilitasi pembentukan lembaga pembenihan dan/atau pembibitan diatur dengan Peraturan Menteri. Untuk Memudahkan pengembangan perbibitan di daerah, termasuk tataniaga dan pemasaran ternak bibit, perkembangan kelompok perbibitan daerah secara menyeluruh, aplikasi teknologi terapan, penguatan kelembagaan kelompok, dan peranserta asosiasi pelaku usaha, menjadi sangat penting dilaksanakan melalui pendekatan sosial kultur dalam wadah kelompok usaha produktif. Prinsip usaha pembibitan merupakan upaya untuk menghasilkan ternak dengan kualifikasi bibit sesuai dengan jenis ternak secara berkelanjutan. Pada prinsipnya, pembibitan merupakan serangkaian kegiatan pembudidayaan untuk menghasilkan bibit sesuai pedoman pembibitan ternak yang baik. Bibit ternak adalah ternak yang mempunyai sifat unggul yang dapat diwariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakan. Standar bibit adalah proses spesifikasi teknis dan/atau bibit yang dibakukan dan disusun berdasarkan konsensus semua pihak, dengan memperhatikan syarat mutu genetik, syarat kesehatan hewan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memberi kepastian manfaat yang akan diperoleh dalam usaha perbibitan. Pembinaan teknis pembibitan diarahkan untuk membangun ketaatan/kerjasama anggota dalam melaksanakan pembibitan yang telah ditetapkan Kelompok-kelompok pembibitan antara lain penyusunan rancang bangun grand design program pembibitan menurut jenis dan rumpun/galur ternak. Rumpun ternak adalah segolongan ternak dari suatu jenis yang mempunyai ciri fenotipe yang khas dan ciri tersebut dapat diwariskan pada keturunannya. Seleksi adalah kegiatan memilih tetua untuk menghasilkan keturunan melalui pemeriksaan dan/atau pengujian berdasarkan kriteria dan tujuan tertentu dengan menggunakan metoda atau teknologi tertentu. Silsilah adalah catatan mengenai asal-usul keturunan ternak yang meliputi nama, nomor dan performan dari ternak dan tetua penurunnya. Sosialisasi rencana aksi program pembibitan yang telah disusun bersama untuk dilaksanakan seluruh anggota secara konsekuen dan berkelanjutan, mendorong kelompok-kelompok pembibitan untuk menghasilkan suatu aturan norma untuk ditaati bersama, terkait pola pemeliharaan, peran dan tanggungjawab masing-masing anggota sebagai modal bersama dalam wadah kelompok, peningkatan kemampuan anggota dalam melaksanakan pembibitan secara mandiri meliputi peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman anggota tentang program pembibitan secara baik, peningkatan kapasitas sumber daya rekorder untuk melaksanakan koleksi data dan informasi performa individu-individu ternak yang dikelola anggota, peningkatan kemampuan pengurus kelompok-kelompok pembibitan untuk mengelola ternak bibit yang dihasilkan anggota, baik untuk kebutuhan replacement maupun pemasaran secara kolektif. Penerapan Good Breeding Practice GBP dan Sistem Manajemen Mutu SMM yang meliputi penyusunan prosedur dan kriteria yang terukur dari program pembibitan yang dilaksanakan kelompok-kelompok pembibitan, sosialisasi dan pemahaman pelaksanaan GBP dan SMM menurut jenis ternak, pembinaan anggota Kelompok-kelompok pembibitan untuk mentaati pelaksanaan GBP dan SMM. Peningkatan kemampuan anggota dalam pengembangan agribisnis meliputi menumbuh kembangkan kreativitas dan prakarsa kelompok-kelompok pembibitan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha pembibitan yang berdaya saing dan berkelanjutan, membantu mengidentifikasi kebutuhan, masalah, dan peluang usaha pembibitan berdasarkan ketersediaan sumber daya lokal, serta mencarikan terobosan pemasaran bibit dan hasil samping yang diproduksi, meningkatkan kemampuan kelompok-kelompok pembibitan untuk menyediakan prasarana dan sarana usaha pembibitan secara efisien, mengembangkan kemampuan Kelompok-kelompok pembibitan menerapkan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah produk samping usaha pembibitan, dan mengembangkan kemampuan Kelompok-kelompok pembibitan untuk memfasilitasi dan/atau sebagai penghubung dengan kelembagaan ekonomi menuju koperasi. Usaha pembibitan ternak memerlukan waktu cukup lama sehingga memerlukan biaya yang cukup besar meliputi biaya pakan dan operasional pemeliharaan selama ternak berproduksi sehingga peternak mendapatkan profit. Usaha pembibitan ternak perlu manajeman yang terintegrasi baik mulai manajemen usaha sampai dengan manajemen sumber daya manusia dan terintegrasi sehingga dapat meminimalisir kerugian usaha. Beberapa kegiatan yang harus direncanakan dengan baik dalam mendukung usaha pembibitan meliputi perencanaan usaha yang meliputi jenis ternak yang akan dikembangkan, volume usaha, teknologi yang akan diterapkan, rencana kegiatan pembibitan dan anggaran serta proyeksi pendapatan usaha pembibitan;Rencana pemasaran hasil; Pola manajemen usaha; dan Kelayakan secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Proses produksi bibit antara lain penerapan secara konsisten program pemuliaan ternak yang telah disusun berdasarkan kesepakatan seluruh anggota dalam organisasi usaha pembibitan. Didalam program pemuliaan akan menyangkut pemberian identifikasi ternak, pengukuran dan pencatatan prestasi masing-masing individu ternak yang dibibitkan, kegiatan seleksi dan culling penyingkiran, penandaan ternak terseleksi, dan pengaturan perkawinan. Oleh karena prestasi produksi individu ternak merupakan manifestasi dari potensi genetik, lingkungan yang diterimanya diantaranya kualitas dan kuantitas nutrisi yang dikonsumsi, penyakit, suhu dan kelembaban udara, kepadatan ternak dalam kandang, dan interaksi antara genotipe-lingkungan, maka aspek lingkungan tidak boleh ditinggalkan. Keberhasilan penyediaan pakan yang memenuhi standar produksi dan jenis ternak akan memberikan pengaruh positif terhadap kualitas bibit ternak yang dihasilkan. Penelitian-penelitian tentang pengembangan ternak bibit dan potong sudah sangat popular dilakukan di daerah ini, banyak pakar ruminansia, ahli teknologi pakan dan bahkan perekayasa genetik terlibat secara intens melakukan riset-riset, baik dilakukan melalui self riset project maupun pilot project selama waktu tertentu untuk mengembangkan perbibitan dan usaha-usaha penggemukan berbasis kelompok-kelompok. Beberapa tahun silam, kerjasama JICA dan ACIAR memberikan kontribusi yang sangat besar terutama dalam menata dan memperbaiki manajemen budidaya, pelayanan kesehatan hewan dan peningkatan kualitas pakan ternak secara berkelanjutan. Peningakan kualitas beternak melalui kelompok saat ini sudah diterapkan secara intensif oleh 36 kelompok diwilayah Lombok Tengah, dan kelompok semi ekstensifikasi di kabupaten Sumbawa, pemberian pakan yang kaya akan kandungan protein seperti tanaman pakan leguminosa memberikan pertumbuhan yang sangat signifikan, ditandai dengan pertambahan bobot badan harian sehingga menguntungkan bagi usaha-usaha penggemukan dan perbibitan. Bahkan ACIAR saat-saat ini tengah gencang mempromosikan ternak organik yang dikembangkan di kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa, melalui pemanfaatan tanaman pakan leguminosa seperti lamtoro, turi, dan gamal tanpa adanya pemberian pakan pabrikan. Namun penelitian-penelitian terapan seperti ini belum bisa membangun network’ untuk menjalin kerjasama secara langsung dengan program pemberdayaan kelompok tani ternak yang tengah dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui satuan kerja terknis sehingga kelompok-kelompok belum optimal dalam meningkatkan produksi dan produktifitas ternak. Peluang pengembangan ternak eksotik di daerah ini memang terkendala beberapa potensi strategis, pusat perbibitan sapi bali nasional dan daerah ini bebas penyakit hewan menular strategis, disamping potensi sumberdaya dan dayadukug yang perlu terus dikembangkan terutama penyediaan pakan yang berkualitas dan berkelanjutan, analisis kebutuhan pakan masih jarang dilakukan secara terencana, berapa persen produksi pakan hijauan yang bisa dimanfaatkan secara kontinyu, apakah pakan olahan sudah bisa dikembangkan secara besar-besaran, dan bagaimana pengetahuan dan prilaku sosial budaya masayarakat sehingga betul-betul mendukung pengembangan usaha dalam skala besar, karena biaya pengembangan ternak sapi eksotik memerlukan perencanaan dan dukungan yang lebih besar. Pengalaman yang sama pernah kita alami, pengembangan ternak eksotik seperti Brahman, Brangus dan Limosin hanya menjadi simbol percobaan yang sia-sia belaka, bukannya perbaikan produksi dan produktifitas yang akan kita peroleh namun efisiensi waktu, biaya dan tenaga yang terbuang percuma. Oleh karena itu, komitmen dan focus program terhadap peningkatan kualitas ternak sapi bali harus menjadi prioitas bersama, perbaikan system perbibitan, kualitas ternak bibit, dan ketersediaan pakan bermutu secara kontinyu, disamping peningkatan sdm, sarana prasarana pendukung dan kelembagaan Penguatan kelembagaan kelompok Penguatan Manajemen pembibitan ternak meliputi manajemen organisasi dan manajemen usaha pembibitan. Manajemen organisasi meliputi kegiatan cara menjalankan organisasi, membangun sebuah tim, merencanakan program kerja, mengalokasikan sumber daya, pemecahan masalah problem solving, dan perencanaan yang efektif effective planning. Manajemen organisasi diperlukan untuk mencapai tujuan yang akan dicapai oleh sebuah organisasi secara efektif dan effisien. Karena usaha pembibitan mempunyai tujuan menghasilkan bibit bersertifikat berkelanjutan, maka dalam proses memanfaatkan potensi sumber daya diperlukan manajemen organisasi usaha pembibitan yang baik melalui perencanaan diperlukan untuk menentukan visi dan misi organisasi serta program dalam rencana strategis dan operasional oleh kelompok-kelompok pembibitan. Pengorganisasian ditetapkan dalam rangka menggolongkan dan mengatur kegiatan usaha pembibitan, tugas pokok, wewenang dan pendelegasian wewenang untuk mencapai tujuan organisasi Kelompok-kelompok pembibitan. Pelaksanaan organisasi dapat berhasil apabila keterlibatan dan partisipasi anggota Kelompok-kelompok pembibitan berperan aktif dalam berbagai kegiatan serta dalam pengambilan keputusan, hal ini akan menunjang berhasilnya penguatan kelembagaan usaha pembibitan ternak. Manajemen teknis pembibitan pengurus dan anggota Kelompok-kelompok pembibitan dapat ditingkatkan melalui berbagai cara antara lain pelatihan, workshop, seminar, desiminasi teknologi. Dalam suatu organisasi kelembagaan usaha pembibitan, diperlukan suatu struktur organisasi yang mengelola sistem produksi ternak yang meliputi ketersediaan input dan proses produksi. Ketersediaan input yang dimaksud adalah suatu prasyarat untuk melaksanakan sebelum melaksanakan proses produksi. Input yang diperlukan untuk usaha pembibitan ternak dalam suatu kawasan antara lain lahan, bangunan kandang, gudang pakan, pengolahan limbah, peralatan kandang, alat pengukuran produksi ternak, ketersediaan pakan dan obat hewan, dan ternak induk dan pejantan. Keberhasilan untuk menyediakan input akan sangat menentukan dalam keberhasilan proses produksi. Pembinaan terhadap kelembagaan usaha pembibitan ternak meliputi penguatan kelembagaan, pembinaan teknis pembibitan dan koordinasi antar lembaga. Penguatan Kelembagaan Kelompok-kelompok pembibitan dimulai Peningkatan status kelembagaan peternak pembibit yang berbadan hukum melalui Persiapan Petugas Dinas Kabupaten/Kota melakukan identifikasi terhadap Kelompok-kelompok pembibitan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi koperasi sesuai dengan persyaratan, Kelompok-kelompok pembibitan yang memenuhi syarat diajukan oleh Kepala dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di tingkat Kabupaten/Kota, dilakukan verifikasi dan validasi kelayakan Kelompok-kelompok pembibitan yang diusulkan oleh dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di tingkat kabupaten/kota bekerjasama dengan dinas/kantor yang menangani koperasi di kabupaten/kota, Kepala dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di tingkat Kabupaten/Kota dan kepala dinas/kantor yang menangani koperasi di kabupaten/kota menyepakati Kelompok-kelompok pembibitan yang siap untuk difasilitasi untuk membentuk koperasi, Sosialisasi oleh petugas dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan tentang manfaat dan tata cara pembentukan koperasi yang dilakukan pada pertemuan berkala POKBIT untuk memberikan wawasan tentang koperasi. Kegiatan sosialisasi ini sebaiknya dengan menyertakan petugas dari dinas yang membidangi fungsi koperasi, musyawarah Kelompok-kelompok pembibitan untuk menyepakati pembentukan koperasi, pada pertemuan ini sebaiknya dihadiri oleh petugas dari dinas/kantor yang menangani koperasi agar selanjutnya Kelompok-kelompok pembibitan tersebut mendapat fasilitasi dalam mempersiapkan kelengkapan untuk membentuk koperasi, fasilitasi berupa pendampingan oleh petugas dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan bersama dengan dinas yang membidangi fungsi koperasi. Adapun materi fasilitasi antara lain meliputi a persyaratan dan proses pembentukan koperasi; b struktur, tugas, tanggung jawab dan fungsi kepengurusan koperasi; c penyiapan dokumen-dokumen kelengkapan pembentukan koperasi. Pendampingan oleh petugas dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan dilakukan sebagai bagian dari kunjungan petugas ke Kelompok-kelompok pembibitan sesuai dengan jadwal yang disepakati bersama Kelompok-kelompok pembibitan; Pembentukan koperasi dilakukan dengan cara bentuk kelembagaan koperasi beserta namanya disepakati, maka dilakukan pendirian koperasi dengan pembuatan Akta Pendirian Koperasi yang dibuat oleh Notaris yang terdaftar pada dinas/kantor yang menangani koperasi. Apabila akta pendirian telah diterbitkan, maka koperasi tersebut harus memperoleh pengesahan sebagai badan hukum, dan apabila lingkup wilayah kerja koperasi di kabupaten/kota maka pengesahan badan hukum dapat diperoleh dari dinas/kantor yang menangani koperasi di kabupaten/kota. Peningkatan prasarana dan sarana Standar minimal prasarana dan sarana pendukung yang harus dimiliki dapat berupa sekretariat kelompok, alat ukur produksi dan reproduksi, alat pencatat dan penyimpan data, system perkandangan yang terintegrasi, ketersediaan pagar sesuai dengan pola pemeliharaan, dan ketersediaan air, alat pengolahan pakan dan produk samping, akses jalan ke pasar, RPH/RPU, sehingga sarana prasarana yang tersedia dapat mendukung proses produksi dan peningkatan hasil dari usaha perbibitan. Penguatan Kelembagaan Kelompok-kelompok pembibitan yang kuat dan mandiri, meliputi kegiatan adanya pertemuan atau rapat anggota yang diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan, disusunnya rencana kerja kelompok secara bersama dan dilaksanakan oleh para anggota yang disusun sesuai kesepakatan bersama dan setiap akhir pelaksanaan dilakukan evaluasi secara partisipasi, memiliki aturan atau norma yang disepakati bersama, memiliki pencatatan atau pengadministrasian organisasi yang rapih, mengembangkan pemupukan modal usaha baik iuran dari anggota atau penyisihan hasil usaha kegiatan kelompok, membantu memperlancar proses dalam mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta menyusun rencana dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam usaha pembibitan, meningkatkan kemampuan kelompok-kelompok pembibitan dalam menjalankan fungsi kelas belajar, wahana kerjasama dan sebagai unit produksi. Pengembangan Kelompok-kelompok pembibitan diperuntukan meningkatkan kompetensi anggota Kelompok-kelompok pembibitan dalam menganalisis potensi usaha masing-masing anggota untuk dijadikan satu unit usaha pembibitan yang menjamin permintaan pasar baik dari kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Penguatan kapasitas manajerial usaha kelembagaan ekonomi petani melalui fasilitasi BUPMP dalam penyusunan perencanaan usaha business plan yang rasional sebagai upaya untuk meningkatkan ketersediaan ternak yang siap untuk dipasarkan secara berkelanjutan termasuk adanya perencanaan untuk menjangkau pasar dengan berbagai strategi, pengembangan/diversifikasi produk, sebagai salah satu ciri berkembangnya kegiatan usaha melalui penyusunan rancangan diversifikasi usaha, perencanaan ketersediaan dan pemasaran sebagai upaya untuk meningkatkan ketersediaan ternak yang siap untuk dipasarkan secara berkelanjutan termasuk adanya perencanaan untuk menjangkau pasar dengan berbagai strategi, keuangan, akuntansi dan perpajakan melalui peningkatan kemampuan mengelola keuangan dengan sistem akuntansi yang tertib. Bagi kelembagaan ekonomi petani yang telah terdaftar sebagai wajib pajak diperlukan adanya kemampuan untuk menghitung pajak sebagai bagian dari kewajiban suatu kelembagaan usaha. Pengembangan jejaring dan kemitraan antara lain melalui kerjasama kemitraan antar kelompok, perusahaan peternakan dan/atau perusahaan di bidang lainnya. Pencarian peluang pasar dilakukan melalui analisa harga, pendapat konsumen, strategi pesaing serta pencarian pasar baru sebagai bagian dari pengembangan usaha. Pengembangan pelayanan informasi agribisnis melalui permagangan dan pelatihan. Koordinasi lintas sektor sangat dibutuhkan dalam pengembangan kelembagaan, baik dengan Penyuluhan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP, Perguruan Tinggi, Dinas Koperasi dan UKM. Dalam pelaksanaan kegiatan kelembagaan usaha pembibitan ternak, tugas memfasilitasi kegiatan inventarisasi kelompok-kelompok perbibitan yang telah ditetapkan oleh dinas kabupaten, selanjutnya berkoodinasi dengan Dinas yang membidangi fungsi koperasi dan UKM dan Biro Hukum Setda provinsi NTB menuju berbadan hukum, Pembinaan manajemen kelembagaan berkoodinasi dengan penyuluh dan manajemen teknis pembibitan berkoodinasi dengan BPTP dan Perguruan Tinggi, Dinas memfasilitasi pengembangan usaha berkoordinasi dengan Dinas yang membidangi fungsi promosi dan pemasaran, melaksanakan monitoring dan evaluasi. Selain berkoordinasi dengan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian/atau yang membidangi penyuluhan di tingkat kabupaten/kota, juga diharapkan untuk melakukan identifikasi dan menetapkan calon kelompok perbibitan, elakukan kegiatan pembinaan menuju lembaga yang berbadan hukum sesuai rekomendasi dari Provinsi; melakukan pembinaan manajemen kelembagaan berkoodinasi dengan Bapeluh dan manajemen teknis pembibitan berkoodinasi dengan UPT Perbibitan Ternak, BPTP dan Perguruan Tinggi, memfasilitasi pengembangan usaha berkoordinasi dengan bagian promosi dan pemasaran; melakukan monitoring dan evaluasi berkelanjutan. Sertifikasi produk ternak bibit berkualitas Standar Nasional Indonesia SNI adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak teknis yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh Lembaga sertifikasi, Lembaga Personil, Lembaga Inspeksi Mutu Pertanian, dan Laboratorium Pengujian Mutu Produk yang telah diakreditasi atau yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian yang menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personil telah memenuhi standar persyaratan. Sertifikasi adalah serangkaian kegiatan pemberian sertifikat terhadap barang, jasa, proses, sistem, atau personil. Surat Keterangan Layak Bibit SKLB adalah surat yang menerangkan kesesuaian ternak terhadap standar SNI/PTM/Standar Daerah untuk rumpun/galur ternak yang sudah ditetapkan atau dilepas. Kelompok-kelompok pembibitan secara aktif berkoordinasi dengan dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan untuk proses penerbitan Surat Keterangan Layak Bibit SKLB dan Sertifikat Layak Bibit setelah memenuhi syarat-syarat teknis good manajemen practise. Upaya yang dilaksanakan dengan melakukan pengukuran performans ternak berdasarkan standar SNI/PTM/Standar Daerah, melakukan pembinaan penerapan GBP dan SMM, berkoordinasi dengan LSPro Benih dan Bibit Ternak untuk proses sertifikasi. Untuk mewujudkan penerapan sertifikat layak bibit dan penerbitan Surat Keterangan Layak Bibit, salah satu syarat utama dari kesiapan SDM perbibitan adalah adanya tenaga fungsional perbibitan pada masing-masing daerah, terutama ditingkat provinsi, selain untuk memetakan data potensi ternak bibit yang berkualitas, data petugas recording, penerapan dan hasil recording dari masing-masing kelompok, penetapan kriteria-kriteria teknis yang dibutuhkan dalam penetapan ternak layak bibit. Penerapan sertifikat layak bibit dan surat keterangan layak bibit sangat menguntungkan bagi kelompok-kelompok perbibitan didaerah ini apabila mekanisme dan pola pelaksanaan usaha perbibitan sudah dilaksanakan dengan baik, persyaratan sdm perbibitan sudah terpenuhi dan kemudian adanya regulasi harga yang lebih kuat melalui surat keputusan gubernur. Asosiasi Pelaku Usaha Manajemen pemasaran adalah kegiatan yang direncanakan, dan diorganisasikan yang meliputi promosi, distribusi bibit ternak, angkutan bibit ternak dan penetapan harga serta pengawasan terhadap lalu lintas bibit ternak yang diperdagangkan atau dijual belikan baik secara domestic, regional maupun dalam kawasan yang lebih besar. Adapun faktor-faktor yang diperhatikan dalam pemasaran meliputi bibit ternak yang dihasilkan harus sesuai dengan standar dan memiliki surat keterangan layak bibit dan/atau bersertifikat, tersedia dalam jumlah yang cukup dan dapat diproduksi secara berkesinambungan, sehingga dapat dipasarkan sesuai dengan harga pasar. Harga bibit ternak ditetapkan sesuai dengan nilai mutu genetik ternak dan biaya produksi yang diperlukan. Promosi usaha pembibitan ternak dapat dilakukan melalui 1 brosur, pamflet yang berisi tampilan foto jenis bibit; 2 jejaring sosial seperti media audio, blog ataupun website; 3 CD, talk show, seminar dan worshop ; 4 pameran hasil, dan lain sebagainya. Pemasaran ternak bibit di daerah ini selama ini tidak ada kendala yang memberatkan baik selaku pihak kedua rekanan pengadaan maupun daerah konsumtif, namun permasalahan ditingkat peternak yang sering menjadi penentu, kenapa standar ternak bibit tidak dapat terpenuhi ataupun profit dari usaha perbibitan ditingkat kelompok masih rendah, karena seringkali para peternak sering dihadapkan dengan keterbatasan financial ketika musim sekolah tiba, maulid, menjelang hari lebaran, dan hari-hari besar keagamaan lainnya sehingga asset ternak menjadi andalan untuk diperjualbelikan, baik itu ternak bibit, induk dan calon bibit. Inilah salah satu penyebab usaha perbibitan di daerah ini masih stagnan, disamping kesiapan sdm perbibitan yang masih minim. Oleh karena itu, diperlukan peranserta dan kontribusi yang sangat besar dari asosiasi-asosiasi perbibitan dalam memberdayakan dan memfasilitasi kelompok-kelompok perbibitan secara terus menerus. Untuk memudahkan pembinaan dalam wadah asosiasi, kelompok perbibitan yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan dan kesamaan kondisi sosial, ekonomi, sumber daya, dan tempat dalam meningkatkan dan mengembangkan kapasitasnya secara profesional untuk menghasilkan dan memasarkan ternak bibit bersertifikat, perlu wadah berusaha yang lebih baik. Pada prinsipnya, asosiasi merupakan sekumpulan orang/pelaku usaha dari suatu wadah usaha/ jaringan atau relasi sosial yang melibatkan orang-orang tertentu, memiliki tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur. Asosiasi pembibitan adalah sekumpulan orang/pelaku dari jaringan relasi sosial dan ekonomi yang melibatkan peternak dengan usaha pembibitan ternak, dengan tujuan utama menghasilkan ternak bibit berkualitas, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur. Namun permasalahan sekarang kenapa asosiasi perbibitan belum dapat bekerja secara maksimal dalam mengembangkan usaha-usaha perbibitan, dan bagaimana peran pemerintah dalam mendukung kinerja para pelaku usaha dalam wadah asosiasi, perlukah adanya subsidi silang yang bisa meringankan tugas dan peran asosiasi, sehingga daerah ini menjadi contoh yang baik dalam mengembangkan usaha perbibitan yang kokoh dan berkelanjutan, dimana semua komponen memiliki peran dan kontribusi yang nyata termasuk asosiasi perbibitan. Rencana aksi asosiasi kelompok perbibitan, selain memotret kelompok-kelompok perbibitan secara menyeluruh, untuk dilakukan pembinaan penguatan kelembagaan baik dari aspek financial, kepemilikan asset dan dasar hukum pengelolaan usaha. Disamping itu, asosiasi kelompok perbibitan secara tidak langsung memberikan pendampingan terhadap kelompok-kelompok pembibitan berdasarkan kriteria tertentu. Penetapan kelompok-kelompok pembibitan sebagai anggota asosiasi, ditetapkan oleh Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi. Adapun struktur keanggotaan Asosiasi Kelompok Perbibitan Daerah, untuk tim pendamping dan penasehat terdiri dari unsur dinas teknis, Akademisi, penyuluh, BPTP, sedangkan untuk pelaksana lapangan terdiri atas lembaga Pepehani, pelaku Usaha perbibitan baik yang bergerak disektor hulu hingga hilir, dan penyerta modal. Asosiasi Kelompok Perbibitan daerah bisa memberikan rekomendasi dalam melakukan pendampingan dan edukasi terhadap kelompok perbibitan dari beberapa aspek yaitu manajemen organisasi, manajemen perbibitan, sarana pengelolaan dan sarana pendukung. Hasil pendampingan dan edukasi terhadap kelompok-kelompok perbibitan oleh asosiasi dapat disampaikan kepada Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di kabupaten sebagai dasar usulan kepada Bupati untuk pembinaan lebih lanjut yang dilakukan oleh SKPD teknis, kemudian secara berjenjang Dinas Kabupaten dapat melaporkan perkembangan kelompok-kelompok perbibitan melalui Dinas Provinsi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan, sehingga perkembangan kelompok-kelompok perbibitan sebagai anggota asosiasi setiap tahun akan mengalami perubahan yang signifikan, baik dari segmen teknis budidaya, pengelolaan usaha perbibitan maupun rancangan pemasarannya. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara bersama baik oleh tim teknis kabupaten, penyuluh, dan tim teknis provinsi secara berkala dan berkelanjutan. Hal ini untuk mengevaluasi perkembangan usaha perbibitan dan penguatan kelembagaan usaha kelompok sebagai anggota asosiasi perbibitan berbadan hokum, mengatur strategi pemasaran ternak bibit dan tataniaga ternak bibit antara kelompok-kelompok perbibitan, mengidentifikasi masalahan-masalahan yang menghambat kemajuan anggota kelompok asosiasi perbibitan, sehingga solusi atas penyelesaian permasalahan tersebut dapat diselesaian bersama-sama. Selanjutnya, pelaporan dapat dilakukan secara berkala dan berjenjang baik oleh asosiasi kelompok perbibitan secara langsung/verbal pada acara-acara resmi, seperti pertemuan/rapat maupun secara tertulis, sehingga skpd teknis memahami bahwa pembinaan dan pendampingan secara berkelanjutan dan kontinyu sangat dibutuhkan oleh kelompok. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kelompok-kelompok usaha perbibitan yang tangguh dan kokoh terutama dalam meningkatkan kualitas ternak bibit dan ternak potong, selain kesiapan sumberdaya genetik, peningkatan produksi dan kualitas pakan, dukungan penyediaan sarana prasarana yang memadai, pemantapan kapasitas dan kelembagaan kelompok, juga tidak kalah penting menyiapkan sdm yang berkualitas, baik pelaku usaha perbibitan secara langsung, maupun sdm dalam menyiapkan regulasi-regulasi yang mendukung terhadap pengembangan usaha perbibitan di daerah, serta menginspirasi peranserta asosiasi-asosiasi kelompok usaha perbibitan secara simultan dan berkelanjutan. Semoga tulisan ini bisa menjadi pionir bagi pengembangan perbibitan di daerah ini, pemenuhan kebutuhan ternak bibit daerah lain sebagai konsekwensi sumber ternak bibit bukan berarti daerah kita kehilangan potensi emas’ dan tak bisa dipungkiri bahwa pembangunan yang berkelanjutan, tentu tidak akan lepas dari sumberdaya yang dimiliki, ternak, peternak dan peternakan adalah kekayaan daerah kita yang sebenarnya, tumbuh dan berkembang selamanya, tidak akan lekang oleh waktu dan tidak akan meninggalkan sejarah pahit masa silam bagi anak cucu kita…. Amiiin.
ViewPedoman Pembibitan Ayam Asli dan Ayam Lokal yang FOODTECH 101 at Universitas Gadjah Mada. PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT. Study Resources. Main Menu; by School; by Literature Title; by Subject; by Study Guides; Textbook Solutions Expert Tutors Earn.1PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBIBITAN TERNAK NON RUMINANSIA TAHUN 2014 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 23KATA PENGANTAR Bibit ternak mempunyai peranan yang sangat strategis dalam usaha budidaya ternak. Saat ini kebutuhan akan bibit ternak belum dapat terpenuhi, sehingga untuk pengembangan usaha, bibit sangat diperlukan baik kuantitas maupun kualitasnya. Dalam mendukung pengembangan pembibitan ternak Non Ruminansia Itik Lokal, Ayam Lokal dan Babi maka Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada tahun 2014 memfasilitasi pengembangan usaha pembibitan ternak non ruminansia dengan melibatkan peran serta masyarakat. Hal ini sesuai dengan amanah Undang-undang no 18. Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 13. Agar pelaksanaan pembibitan ternak non ruminansia dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka telah disusun Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Ternak Non Ruminansia. Pedoman Pelaksanaan ini agar dijadikan acuan bagi semua pihak yang terkait dalam pelaksanaannya dan agar ditindaklanjuti oleh Dinas Provinsi dengan Petunjuk Pelaksanaan serta Dinas Kabupaten/Kota dengan Petunjuk Teknis dengan mengakomodir hal yang spesifik di daerah masing-masing. Semoga Pedoman Pelaksanaan ini dapat bermanfaat. Jakarta, 31 Desember 2013 DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 4 ii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR LAMPIRAN ... iii KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN ... iv DAN KESEHATAN HEWAN LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ... 1 PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Maksud, Tujuan dan Keluaran ... 2 C. Ruang Lingkup ... 2 BAB II. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Persiapan ... 3 B. Pelaksanaan ... 4 BAB III. PEMANFAATAN DANA A. ITIK . ... 8 B. AYAM ... 8 C. BABI ... . 9 BAB IV. TATALAKSANA PEMBIBITAN. ... ... 10 BAB V. PEMBINAAN DAN PENGORGANISASIAN A. Pembinaan ... 19 B. Pengorganisasian ... 19 BAB VI. INDIKATOR KEBERHASILAN ... ... ... 21 BAB VII. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring dan Evaluasi ... 22 B. Pelaporan ... 22 5DAFTAR LAMPIRAN halaman 1. Lokasi Kegiatan Pengembangan Pembibitan Itik Lokal ... 25 Ayam Lokal. ... 25 Babi. ... 25 6 iv KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN NOMOR 1356/Kpts/ TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBIBITAN TERNAK NON RUMINANSIA TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN, Menimbang a. bahwa dalam rangka penyediaan bibit ternak non ruminansia secara berkelanjutan guna meningkatan populasi dan produktivitas ternak non ruminansia, dilakukan Kegiatan Pembibitan Ternak Non Ruminansia pada Tahun Anggaran 2014; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan agar dalam pelaksanaan kegiatan Pembibitan Ternak Non Ruminansia pada Tahun Anggaran 2014 dapat berjalan dengan baik, perlu menetapkan Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Ternak Non Ruminansia Tahun Anggaran 2014 dengan Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan; Mengingat 1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Lembaga Negara RI. No. 47 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara RI. No. 4286; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Lembaga Negara RI. No. 5 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara RI. No. 4355; 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400; 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015; 75. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2011 tentang Sumberdaya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5260; 6. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II; 7. Keputusan Presiden Nomor 169/M Tahun 2011, tentang Pengangkatan Pejabat Eselon I di Lingkungan Kementerian Pertanian; 8. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisaasi Kementerian Negara; 9. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I di Lingkungan Kementerian Negara; 10. Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4214; 11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49/Permentan/ tentang Pedoman Pembibitan Ayam Lokal yang Baik; 12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 237/Kpts/ tentang Pedoman Pembibitan Itik yang Baik 13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/ tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian; MEMUTUSKAN Menetapkan PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBIBITAN TERNAK NON RUMINANSIA TAHUN ANGGARAN 2014. Pasal 1 Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Ternak Non Ruminansia Tahun Anggaran 2014, seperti tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. 8 vi Pasal 2 Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Ternak Non Ruminansia Tahun Anggaran 2014 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebagai dasar bagi para pemangku kepentingan dalam melaksanakan Pembibitan Ternak Non Ruminansia Tahun Anggaran 2014. Pasal 3 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2013 DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN, SYUKUR IWANTORO Salinan keputusan ini disampaikan kepada Yth 1. Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian; 9LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN NOMOR 1356/Kpts/ TANGGAL 31 Desember 2013 PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBIBITAN TERNAK NON RUMINANSIA TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha budidaya ternak Non Ruminansia seperti Itik lokal dan Ayam Lokal dilakukan sebagian besar masyarakat sehingga populasinya menyebar diseluruh wilayah Indonesia, hal ini mengindikasikan bahwa unggas lokal sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat sebagai sumber pendapatan atau tabungan. Selain unggas lokal ternak non ruminansia yang lain yaitu ternak babi juga mempunyai peran bagi masyarakat dan telah berkembang dengan baik dilokasi tertentu dengan di dukung oleh sosial dan budaya masyarakat setempat. Usaha budidaya ternak non ruminansia baik itik lokal, ayam lokal dan babi umumnya masih dikelola secara tradisional dengan skala usaha yang kecil, disisi lain usaha pembibitan dengan tujuan untuk menghasilkan bibit ternak belum diminati masyarakat peternak, sedangkan pembibitan yang dikelola oleh swasta dengan skala usaha yang besar masih sedikit atau terbatas jumlahnya. Hal ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan bibit belum dapat terpenuhi baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Memperhatikan hal tersebut Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan hewan memfasilitasi pengembangan pembibitan ternak non ruminansia dengan melibatkan peran serta masyarakat, untuk mengoptimalkan pembibitan ayam lokal, itik lokal dan babi diperlukan keterpaduan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam pelaksanaan bimbingan terhadap kelompok. Untuk itu, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menerbitkan Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Ternak Non Ruminansia Tahun 2014. 10 2 B. Maksud, Tujuan dan Keluaran 1. Maksud Maksud ditetapkannya Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Ternak Non Ruminansia Tahun 2014, sebagai acuan bagi pelaksana pusat dan daerah dalam rangka meningkatkan mutu bibit ternak itik lokal, ayam lokal dan babi. 2. Tujuan Tujuan dari kegiatan pembibitan ternak non ruminansia, yaitu a. Menumbuhkan dan menstimulasi peternak secara individu maupun kelompok peternak dalam melaksanakan prinsip-prinsip pembibitan; b. Menumbuhkan wilayah sumber bibit itik lokal, ayam lokal dan babi; 3. Keluaran Keluaran dari kegiatan ini adalah terbentuknya kelompok pembibitan itik lokal, ayam lokal, dan babi serta tumbuhnya wilayah sumber bibit itik lokal, ayam lokal, dan babi. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup Pedoman Pelaksanaan ini meliputi pelaksanaan kegiatan; Pemanfaatan Dana, Tatalaksana Pembibitan, Pembinaan dan Pengorganisasian, Indikator Keberhasilan, Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan; dan Penutup 11BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN Lokasi kegiatan pembibitan ternak itik lokal, ayam lokal, dan babi tahun 2014 pada lampiran 1 A. Persiapan 1. Perencanaan Operasional Kegiatan operasional pembibitan itik lokal, ayam lokal, dan babi tahun 2014 dituangkan ke dalam Pedoman Pelaksanaan Pedlak yang disusun oleh Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan PKH. Petunjuk Pelaksanaan Juklak disusun oleh Tim Pembina Provinsi dan Petunjuk Teknis Juknis oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota yang mengacu pada Pedlak. Hal-hal yang bersifat spesifik daerah dan yang belum diatur dalam pedoman ini dituangkan lebih lanjut di dalam Juklak dan Juknis dengan memperhatikan potensi dan kondisi masing-masing wilayah. 2. Sosialisasi Kegiatan Sosialisasi kegiatan pembibitan itik lokal, ayam lokal, dan babi tahun 2014 dilakukan oleh pelaksana Ditjen PKH kepada dinas provinsi yang membidangi fungsi peternakan dan ditindaklanjuti oleh dinas kabupaten/kota yang membidangi fungsi peternakan kepada kelompok peternak itik lokal, ayam lokal, dan babi yang menjadi sasaran 3. Tata Cara Seleksi Kelompok dan Lokasi Peternak Proses seleksi calon peternak dan calon lokasi CPCL peternak dilakukan oleh Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota, sebagai berikut 1. Dana TP Provinsi a. Berdasarkan proposal yang sudah diusulkan oleh kelompok peternak dalam e-proposal selanjutnya dilakukan seleksi CPCL oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota. b. Hasil seleksi Tim Teknis Kabupaten/Kota diusulkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota ke dinas provinsi sebagai calon kelompok pelaksana kegiatan pembibitan ternak non ruminansia. c. Berdasarkan usulan dari kabupaten/kota selanjutnya dinas provinsi melakukan penilaian dan verifikasi oleh Tim Pembina. 12 4 d. Hasil verifikasi oleh tim pembina selanjutnya diusulkan kepada Kepala Dinas Provinsi sebagai bahan pertimbangan penetapan kelompok pelaksana kegiatan. e. Penetapan kelompok dilakukan oleh Kepala Dinas Provinsi dalam bentuk Surat Keputusan. 2. Dana TP Kabupaten/Kota a. Berdasarkan proposal yang sudah diusulkan oleh kelompok peternak dalam e-proposal selanjutnya dilakukan seleksi CPCL oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota. b. Hasil seleksi Tim Teknis Kabupaten/Kota diusulkan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota sebagai bahan pertimbangan penetapan kelompok pelaksana kegiatan pembibitan ternak non ruminansia. c. Penetapan kelompok dilakukan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota dalam bentuk Surat Keputusan. B. Pelaksanaan Kegiatan pembibitan ternak itik lokal, ayam lokal, dan babi tahun 2014 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut 1. Itik Lokal 1 Rumpun Itik Lokal Rumpun itik lokal yang dikembangkan diutamakan itik yang telah ditetapkan sebagai rumpun oleh Menteri Pertanian antara lain itik Mojosari, Alabio, Tegal, Kerinci, Pitalah, Rambon, Bayang, Pegagan, Talang Benih, Magelang ataupun itik lokal spesifik daerah seperti Cihateup, Turi, Bali. 2 Kualifikasi Itik Lokal a Itik lokal dalam kegiatan pembibitan ini diutamakan bibit hasil produksi dari usaha pembibitan itik; b Bebas dari penyakit menular; c Itik betina dara siap produksi pullet dan pejantan siap kawin, namun untuk mengatasi apabila ada kesulitan penyediaan pullet maka dipertimbangkan untuk pengadaan DOD Day Old Duck dengan disediakan pakan yang memadai sampai dengan itik siap berproduksi. 133 Lokasi Kelompok a Lokasi merupakan sentra pengembangan itik lokal; b Berdekatan atau mudah dijangkau oleh pelaku usaha budidaya itik lokal dalam pendistribusian bibit; c Terdapat banyak sumber pakan; d Mudah dijangkau dalam pembinaan. 4 Kelompok Peternak a Merupakan kelompok binaan dan terdaftar pada dinas yang membidangi fungsi peternakan di kabupaten/kota; b Mempunyai kepengurusan aktif dan alamat yang jelas c Sudah berpengalaman dan melakukan kegiatan usaha peternakan itik lokal, minimal dalam satu tahun terakhir; d Merupakan kelompok budidaya yang sudah berkembang dan berpotensi untuk diarahkan ke kegiatan pembibitan; e Tidak bermasalah dengan perbankan atau sumber permodalan lainnya; f Jumlah anggota minimal 10 orang; g Tidak mendapatkan penguatan modal yang sejenis dari pemerintah pada tahun yang sama. h Memiliki fasilitas untuk mendukung kegiatan pembibitan i Bersedia mengikuti segala peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam penerimaan bantuan. 2. Ayam Lokal 1 Rumpun Ayam Lokal Rumpun ayam lokal yang dikembangkan meliputi ayam kampung, ayam KUB atau ayam spesifik lokal ayam Sentul, Gaok, Kedu, dll. 2 Kualifikasi Ayam Lokal a Ayam lokal dalam kegiatan pembibitan ini diutamakan bibit hasil produksi dari usaha pembibitan ayam; b Bebas dari penyakit menular; c Ayam betina dara siap produksi pullet dan pejantan siap kawin, namun untuk mengatasi apabila ada kesulitan penyediaan pullet maka dipertimbangkan untuk pengadaan DOC Day Old Chick dengan disediakan pakan yang memadai sampai dengan ayam siap berproduksi. 14 6 3 Lokasi Kelompok a Lokasi merupakan sentra pengembangan ayam lokal; b Berdekatan atau mudah dijangkau oleh pelaku usaha budidaya ayam lokal dalam pendistribusian bibit; c Tersedia sumber pakan; d Mudah dijangkau dalam pembinaan. 4 Kelompok Peternak a Merupakan kelompok binaan dan terdaftar pada dinas yang membidangi fungsi peternakan di kabupaten/kota; b Mempunyai kepengurusan aktif dan alamat yang jelas, c Sudah berpengalaman dan melakukan kegiatan usaha peternakan ayam lokal, minimal dalam satu tahun terakhir; d Merupakan kelompok budidaya yang sudah berkembang dan berpotensi untuk diarahkan ke kegiatan pembibitan; e Tidak bermasalah dengan perbankan atau sumber permodalan lainnya; f Jumlah anggota minimal 10 orang; g Tidak mendapatkan penguatan modal yang sejenis dari pemerintah pada tahun yang sama. h Memiliki fasilitas untuk mendukung kegiatan pembibitan i Bersedia mengikuti segala peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam penerimaan bantuan. 3. Babi 1 Rumpun Babi Rumpun babi yang dikembangkan lokal atau eks impor 2 Kualifikasi Babi a Bibit diutamakan hasil produksi dari pembibit; b Babi bebas dari penyakit menular; c Memenuhi persyaratan teknis minimal bibit babi sesuai galur yang digunakan; 153 Lokasi Kelompok a Lokasi merupakan sentra pengembangan babi; b Berdekatan atau mudah dijangkau oleh pelaku usaha budidaya ternak babi dalam pendistribusian bibit; c Tersedia sumber pakan; d Mudah dijangkau dalam pembinaan. 4 Kelompok Peternak a Merupakan kelompok binaan dan terdaftar pada dinas yang membidangi fungsi peternakan di kabupaten/kota; b Mempunyai kepengurusan aktif dan alamat yang jelas, c Sudah berpengalaman dan melakukan kegiatan usaha peternakan ternak babi, minimal dalam satu tahun terakhir; d Merupakan kelompok budidaya yang sudah berkembang dan berpotensi untuk diarahkan ke kegiatan pembibitan; e Tidak bermasalah dengan perbankan atau sumber permodalan lainnya; f Jumlah anggota minimal 10 orang; g Tidak mendapatkan penguatan modal yang sejenis dari pemerintah pada tahun yang sama. h Memiliki fasilitas untuk mendukung kegiatan pembibitan i Bersedia mengikuti segala peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam penerimaan bantuan. 16 8 BAB III PEMANFAATAN DANA Pemanfaatan dana digunakan antara lain untuk A. Itik Lokal dan Ayam Lokal a. Komponen Utama Pemanfaatan dana minimal digunakan dalam pembibitan itik lokal dan ayam lokal, meliputi 1 Bibit, termasuk biaya transport; 2 Pakan b. Komponen Pendukung Pemanfaatan dana digunakan untuk komponen pendukung dalam pembibitan itik lokal dan ayam lokal, meliputi 1 Bahan kandang dan peralatan 2 Sarana produksi, antara lain obat-obatan, vaksin, vitamin, mesin tetas, timbangan, sarana rekording dan lain-lain; 3 Administrasi kelompok Penguatan modal usaha kelompok yang diberikan merupakan stimulan bagi peternak secara individu maupun kelompok dalam melaksanakan prinsip-prinsip pembibitan. Kelompok harus menyediakan sarana produksi seperti lahan, dan sarana lain yang masih diperlukan dalam pembibitan. B. Babi a. Komponen Utama Pemanfaatan dana digunakan untuk komponen utama dalam pembibitan babi, meliputi 1 bibit Babi; 2 pakan. b. Komponen Pendukung Pemanfaatan dana digunakan untuk komponen pendukung dalam pembibitan babi, meliputi antara lain 1 Bahan kandang dan perlengkapan; 2 Vaksin dan obat-obatan; 3 Sarana rekording seperti ear tag, timbangan, kartu ternak; 4 Administrasi kelompok 17Penguatan modal usaha kelompok yang diberikan merupakan stimulan bagi peternak secara individu maupun kelompok dalam melaksanakan prinsip-prinsip pembibitan. Kelompok harus menyediakan sarana produksi seperti lahan, dan sarana lain yang masih diperlukan dalam pembibitan. 18 10 BAB IV TATALAKSANA PEMBIBITAN Tatalaksana Pembibitan Ternak Non Ruminansia adalah kegiatan melakukan pembiakan itik lokal, ayam lokal atau babi hasil seleksi melalui perkawinan yang seleksinya didasarkan pada sifat produksi dan/atau reproduksi. 1. Itik Lokal Tatacara pembiakannya adalah a melakukan perkawinan itik jantan dan betina untuk menghasilkan telur-telur fertil; b menetaskan telur fertil dengan inkubator mesin tetas untuk menghasilkan DOD. Usaha pembibitan itik dilakukan mengacu kepada Pedoman Pembibitan Itik Yang Baik Good Breeding Praktices/GBP. A. Kandang dan Perlengkapan a Kandang bersama/kandang koloni dimaksudkan sebagai pusat kegiatan/inti pembibitan terdapat minimal 25% dari jumlah induk. Disamping itu kandang bersama lebih memudahkan manajemen pemeliharaan, dan mengumpulkan kotoran ternak yang dapat diolah menjadi pupuk organik. b Daya tampung kandang sistem litter untuk itik umur 14 minggu 6 ekor/m2. c Kandang cukup ventilasi, memperoleh cukup sinar matahari dan terhindar dari aliran hembusan angin yang terus menerus. d Tempat pakan dan air minum dapat terbuat dari bahan yang tidak mudah berkarat dan sesuai dengan umur itik, baik ukuran maupun bentuknya. e Tempat pakan harus diletakkan secara praktis, mudah terjangkau, mudah dipindahkan, diganti atau ditambah isinya dan mudah dibersihkan. f Itik yang sakit ditempatkan dikandang isolasi. Alat untuk membersihkan kandang isolasi tidak boleh digunakan pada kandang lain. g Alat pemanas indukan buatan dan alat penerangan cukup. h Alas kandang dan tempat bertelur kering dan bersih. 19B. Pakan dan Obat 1 Pakan a. Pakan yang digunakan berupa pakan komersial dan/atau campuran sesuai dengan kebutuhan gizi untuk itik dan layak konsumsi; b. Pakan dapat diberikan dalam bentuk halus mash atau butiran crumble. 2 Obat a. Obat hewan yang digunakan seperti biologik, premik, farmasitik adalah obat hewan yang telah terdaftar dan memiliki nomor pendaftaran obat hewan; b. Penggunaan obat hewan harus dibawah pengawasan dokter hewan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. C. Kesehatan Hewan a Kandang yang digunakan untuk pembibitan itik dirancang sedemikian rupa sehingga tidak mudah dimasuki dan dijadikan sarang binatang pembawa penyakit. b Pembersihan dan pensucihamaan kandang yang baru dikosongkan dilakukan dengan menggunakan desinfektan. c Desinfeksi kandang dan peralatan serta pembasmian serangga, parasit dan hama lainnya dilakukan secara teratur. d Kandang harus dikosongkan minimal 2 minggu sebelum digunakan kembali; e Pembibitan itik harus bebas dari Avian Influenza AI dan Salmonella sp; f Vaksinasi terhadap penyakit unggas menular dilakukan sesuai petunjuk dan dibawah pengawasan Dokter Hewan yang berwenang; g Apabila terjadi kasus penyakit hewan menular yang menyerang itik di lokasi pembibitan harus segera dilaporkan kepada Kepala Dinas yang menangani fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat untuk dilakukan tindakan pengamanan sebagaimana mestinya; h Itik, bangkai itik dan limbah pembibitan yang terkena penyakit hewan menular tidak boleh dibawa keluar lokasi pembibitan dan harus segera dimusnahkan dengan dibakar dan/atau dikubur. 20 12 D. Biosekuriti Untuk mencegah kemungkinan terjadinya kontak/penularan bibit penyakit hewan pada ternak, seyogyanya dilakukan tindakan sebagai berikut 1 lokasi pembibitan memiliki pagar untuk memudahkan kontrol; 2 Memiliki sprayer untuk mendesinfeksi kandang dan individu yang akan masuk kandang. E. Tatacara Pengembangbiakan 1 Sistem Perkawinan Perkawinan antara itik jantan dan betina dilakukan secara alami dengan perbandingan 1 5-7. 2 Penanganan Telur Tetas dan Penetasan Penanganan telur tetas dan penetasan pada pembibitan itik lokal yang baik dilakukan sebagai berikut a Telur yang akan ditetaskan hendaknya diperoleh dari induk dengan mutu produksi yang baik; b Sebelum ditetaskan, telur diseleksi sesuai persyaratan untuk telur tetas berdasarkan bobot minimal 60 gram/butir, bentuk telur oval, dan kondisi fisik kerabang halus dan tidak retak, kemudian disimpan pada suhu ruangan yang sejuk paling lama 7 hari. c Penetasan dilakukan dengan mesin tetas yang kapasitasnya disesuaikan dengan kebutuhan. 3 Penanganan DOD Penanganan DOD pada pembibitan itik lokal yang baik dilakukan sebagai berikut a Anak itik dikeluarkan dari mesin tetas setelah bulu kering; b Anak itik yang tidak memenuhi syarat kualitas disingkirkan; c Segera setelah menetas anak itik dipelihara dalam indukan dengan fasilitas cukup ruang, suhu, pakan dan air minum; d Pengeluaran bibit DOD harus disertai dengan catatan program kesehatan yang telah dan seharusnya dilakukan dikemudian hari. 214 Pencatatan Pencatatan pada pembibitan itik lokal yang baik meliputi a Data perkembangan ternak; b Data produksi telur harian, telur tetas per kandang; c Data penetasan tgl masuk dan menetas, jumlah telur masuk, fertilitas, daya tetas, DOD Pencatatan pada pembibitan itik yang baik meliputi F. Peremajaan Replacement Demi keberlanjutan usaha pembibitan itik lokal, maka dilakukan peremajaan yaitu itik diafkir pada umur 18 bulan dan sebelum itik diafkir, perlu dipersiapkan penggantinya replacement. Itik pengganti dapat berasal dari turunannya Filial 1/F1 yang terseleksi dan dipersiapkan setiap 4-5 bulan. 2. Ayam Lokal Tatacara pembiakannya adalah a melakukan perkawinan ayam jantan dan betina untuk menghasilkan telur-telur fertil; b menetaskan telur fertil dengan inkubator mesin tetas untuk menghasilkan anak ayam. Usaha pembibitan ayam lokal dilakukan mengacu kepada Pedoman Pembibitan Ayam Lokal Yang Baik Good Breeding Practices/GBP. A. Kandang dan Perlengkapan a Kandang bersama/kandang koloni dimaksudkan sebagai pusat kegiatan/inti pembibitan terdapat minimal 25% dari jumlah induk. Disamping itu kandang bersama lebih memudahkan manajemen pemeliharaan, dan mengumpulkan kotoran ternak yang dapat diolah menjadi pupuk organik. b Daya tampung kandang sistem litter untuk ayam umur 14 minggu 6 ekor/m2. c Kandang cukup ventilasi, memperoleh cukup sinar matahari dan terhindar dari aliran hembusan angin yang terus menerus. d Tersedia tempat pakan dan air minum, terbuat dari bahan yang tidak mudah berkarat, mudah dibersihkan dan diletakkan secara praktis. e Ayam yang sakit ditempatkan dikandang isolasi. Alat untuk membersihkan kandang isolasi tidak boleh digunakan pada kandang lain. f Alat pemanas indukan buatan dan alat penerangan cukup. g Alas kandang dan tempat bertelur kering dan bersih. 22 14 B. Pakan dan Obat 1 Pakan a Pakan yang digunakan berupa pakan komersial dan/atau campuran sesuai dengan kebutuhan gizi untuk ayam lokal dan layak konsumsi; b Pakan dapat diberikan dalam bentuk halus mash atau butiran crumble. 2 Obat a Obat hewan yang digunakan seperti biologik, premik, farmasitik adalah obat hewan yang telah terdaftar dan memiliki nomor pendaftaran obat hewan; b Penggunaan obat hewan harus dibawah pengawasan dokter hewan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. C. Kesehatan Hewan a Kandang yang digunakan untuk pembibitan ayam lokal dirancang sedemikian rupa sehingga tidak mudah dimasuki dan dijadikan sarang binatang pembawa penyakit. b Pembersihan dan pensucihamaan kandang yang baru dikosongkan dilakukan dengan menggunakan desinfektan. c Desinfeksi kandang dan peralatan serta pembasmian serangga, parasit dan hama lainnya dilakukan secara teratur. d Kandang harus dikosongkan minimal 2 minggu sebelum digunakan kembali; e Vaksinasi terhadap penyakit unggas menular sesuai jadwal yang dibuat dan dibawah pengawasan Dokter Hewan yang berwenang. Vaksinasi dilakukan terhadap penyakit Marek’s, Infectious Laryngotracheoitis ILT, Newcastle Disease ND, Infectious Bronchitis IB, Infectious Bursal Disease IBD, Coryza, Avian Influenza AI, Fowl Pox, Fowl Typhoid, serta penyakit hewan lainnya yang ditetapkan dan dilakukan sesuai petunjuk teknis kesehatan hewan; 23f Apabila terjadi kasus penyakit hewan menular yang menyerang ayam di lokasi pembibitan harus segera dilaporkan kepada Kepala Dinas yang menangani fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat untuk dilakukan tindakan pengamanan sebagaimana mestinya; g Ayam, bangkai ayam dan limbah pembibitan yang terkena penyakit hewan menular tidak boleh dibawa keluar lokasi pembibitan dan harus segera dimusnahkan dengan dibakar dan/atau dikubur. D. Biosekuriti Untuk mencegah kemungkinan terjadinya kontak/penularan bibit penyakit hewan pada ternak, seyogyanya dilakukan tindakan sebagai berikut a Lokasi pembibitan memiliki pagar untuk memudahkan kontrol; b Memiliki sprayer untuk mendesinfeksi kandang dan individu yang akan masuk kandang. E. Tatacara Pengembangbiakan a. Sistem Perkawinan Perkawinan antara ayam jantan dan betina dilakukan secara alami dengan perbandingan 1 5. b. Penanganan Telur Tetas dan Penetasan Penanganan telur tetas dan penetasan pada pembibitan ayam lokal yang baik dilakukan sebagai berikut a Telur yang akan ditetaskan hendaknya diperoleh dari induk dengan mutu produksi yang baik; b Sebelum ditetaskan, telur diseleksi sesuai persyaratan untuk telur tetas berdasarkan bobot minimal 36 gram/butir, bentuk telur oval, dan kondisi fisik kerabang halus dan tidak retak, kemudian disimpan pada suhu ruangan yang sejuk paling lama 7 hari. c Penetasan dilakukan dengan mesin tetas yang kapasitasnya disesuaikan dengan kebutuhan. 24 16 c. Penanganan DOC Penanganan DOC pada pembibitan ayam lokal yang baik dilakukan sebagai berikut a Anak ayam dikeluarkan dari mesin tetas setelah bulu kering; b Anak ayam yang tidak memenuhi syarat kualitas disingkirkan; c Anak ayam yang akan dijual/dikeluarkan dari tempat pembibitan harus sudah divaksin Marek’s ; d Segera setelah menetas anak ayam dipelihara dalam indukan dengan fasilitas cukup ruang, suhu, pakan dan air minum, pada umur <3 hari dilakukan vaksinasi ND, yang diulang pada umur 3 minggu; e Pengeluaran bibit DOC harus disertai dengan catatan program vaksinasi yang telah dan seharusnya dilakukan dikemudian hari. d. Pencatatan Pencatatan pada pembibitan ayam lokal yang baik meliputi a Data perkembangan ternak; b Data produksi telur harian, telur tetas per kandang; c Data penetasan tgl masuk dan menetas, jumlah telur masuk, fertilitas, daya tetas, DOC F. Peremajaan Replacement Demi keberlanjutan usaha pembibitan ayam lokal, maka dilakukan peremajaan yaitu ayam diafkir pada umur 18 bulan dan sebelum ayam diafkir, perlu dipersiapkan penggantinya replacement. Ayam pengganti dapat berasal dari turunannya Filial 1/ F1 yang terseleksi dan dipersiapkan 8 bulan sebelum tetuanya diafkir. 3. Babi Tatacara pembiakannya adalah melalui a kawin alam; b inseminasi buatan IB. Usaha pembibitan babi dilakukan dengan mengacu kepada kaidah-kaidah pembibitan A. Kandang dan Perlengkapan a Kandang yang digunakan adalah kandang kelompok, dengan tujuan untuk memudahkan pembinaan, manajemen pemeliharaan dan pengumpulan kotoran/limbah untuk dimanfaatkan sebagai biogas atau pupuk; 25b Kandang cukup ventilasi, memperoleh cukup sinar matahari, dan terhindar dari aliran hembusan angin yang terus menerus; c Tersedia tempat pakan dan minum dan diletakan secara praktis, berdekatan, mudah terjangkau, sehingga pakan tidak tercecer; d Babi yang sakit ditempatkan di kandang isolasi, alat untuk membersihkan kandang isolasi tidak boleh digunakan pada kandang lain; e Lantai kandang terbuat dari semen dan dibuat miring agar memudahkan dalam pembersihan B. Pakan dan Obat 1 Pakan a Pakan yang digunakan berupa pakan komersial dan/atau campuran sesuai dengan kebutuhan minimal gizi untuk babi dan layak konsumsi; b Pakan dapat diberikan dalam bentuk konsentrat, dedak, ampas tahu dan campuran. 2 Obat a Obat hewan yang digunakan seperti biologik, premik, farmasbabi adalah obat hewan yang telah terdaftar dan memiliki nomor pendaftaran obat hewan; b Penggunaan obat hewan harus dibawah pengawasan dokter hewan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. C. Kesehatan Hewan a Kandang yang digunakan untuk pembibitan babi dirancang sedemikian rupa sehingga tidak mudah dimasuki dan tidak lembab b Pembersihan dan pensucihamaan kandang yang baru dikosongkan dilakukan dengan menggunakan desinfektan. c Desinfeksi kandang dan peralatan serta pembasmian serangga, parasit dan hama lainnya dilakukan secara teratur. d Pencegahan terhadap penyakit menular yaitu H1N1 dan penyakit cacing serta penyakit lainnya dilakukan sesuai petunjuk teknis kesehatan hewan. e Apabila terjadi kasus penyakit hewan menular yang menyerang babi di lokasi pembibitan harus segera dilaporkan kepada dinas setempat untuk dilakukan tindakan sebagaimana mestinya. f Babi, bangkai babi dan limbah pembibitan yang terkena penyakit hewan menular tidak boleh dibawa keluar lokasi pembibitan dan harus segera dimusnahkan dengan dibakar dan/atau dikubur. 26 18 D. Biosekuriti Untuk mencegah kemungkinan terjadinya kontak/penularan bibit penyakit hewan pada ternak, dilakukan tindakan sebagai berikut 1 lokasi pembibitan harus memiliki pagar untuk memudahkan kontrol keluar masuknya individu, kendaraan, barang serta mencegah masuknya hewan lain; 2 penyemprotan dengan desinfeksi atau mencelupkan kaki ke bak cuci yang telah diberi desinfektan. E. Tatacara Pengembangbiakan 1 Sistem Perkawinan Perkawinan antara babi jantan dan betina dilakukan secara alami dengan perbandingan 1 20 ekor betina 2 Pencatatan Pencatatan pada pembibitan babi yang baik meliputi a Perkawinan b Produksi c Kesehatan Ternak vaksinasi, pengobatan dan kejadian penyakit; d Perkembangan Ternak F. Peremajaan Replacement Untuk keberlanjutan usaha pembibitan babi, maka pengafkiran untuk ternak babi jantan dan betina yang sudah tidak produktif, atau pada babi jantan umur 2,5-3 tahun dan umur 3-4 tahun untuk babi betina. 27BAB V PEMBINAAN DAN PENGORGANISASIAN A. Pembinaan Dalam upaya meningkatkan mutu ternak non ruminansia, kelompok peternak memperoleh pembinaan/bimbingan dari Dinas Kabupaten/Kota. Pembinaan meliputi pembinaan teknis dan pembinaan non teknis yang dilakukan secara intensif dan berkelanjutan. Pembinaan teknis dalam rangka meningkatkan kompetensi para peternak dalam menjalankan kegiatan pembibitan dilakukan melalui bimbingan teknis bimtek. Pembinaan non teknis dilakukan dengan bimbingan secara langsung terhadap penerapan administrasi kelompok yang baik, meliputi laporan perkembangan ternak dan dokumentasi kegiatan kelompok. B. Pengorganisasian Untuk kelancaran kegiatan ini di tingkat Pusat dibentuk Tim Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, di tingkat Provinsi dibentuk Tim Pembina Provinsi dan pada tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Tim Teknis Kabupaten/Kota. 1. Tim Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tim Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dengan tugas sebagai berikut a. Menyusun Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Itik Lokal, Ayam Lokal dan Babi Tahun 2014. b. Melakukan koordinasi, sosialisasi dan pemantauan pelaksanaan kegiatan. c. Melaporkan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan perkembangan pelaksanaan kegiatan. 2. Tim Pembina Provinsi Tim Pembina Provinsi, dengan tugas sebagai berikut a. Menyusun Petunjuk Pelaksanaan Juklak Pembibitan Itik Lokal, Ayam Lokal atau Babi Tahun 2014 dengan mengacu kepada Pedoman Pelaksanaan, sesuai dengan alokasi kegiatan yang diperoleh. b. Melakukan koordinasi dengan Ditjen PKH dan dinas kabupaten/kota dalam pembinaan dan pengembangan pembibitan itik lokal, ayam lokal atau babi, serta membantu mengatasi permasalahan di lapangan. 28 20 c. Menyusun dan melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan Pembibitan itik lokal, ayam lokal atau babi yang disampaikan kepada Kepala Dinas Provinsi untuk kemudian diteruskan ke Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 3. Tim Teknis Kabupaten/Kota Tim Teknis Kabupaten/Kota, dengan tugas sebagai berikut a. Menyusun Petunjuk Teknis Juknis Pembibitan Itik Lokal, Ayam Lokal atau Babi Tahun 2014 sesuai dengan alokasi kegiatan yang diperoleh dengan mengacu kepada Juklak dari provinsi dan Pedoman Pelaksanaan dari Ditjen PKH. b. Melakukan seleksi proposal, seleksi calon peternak dan calon lokasi dalam rangka pemberian rekomendasi oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota. c. Melakukan pembinaan, pemantauan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pembibitan itik lokal, ayam lokal atau babi di lapangan. d. Membuat laporan perkembangan pembibitan itik lokal, ayam lokal atau babi di tingkat Kabupaten/Kota untuk disampaikan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan diteruskan kepada Dinas Provinsi serta Ditjen PKH. 4. Kelompok Peternak Kelompok peternak mempunyai kewajiban sebagai berikut a. Sanggup melakukan pemeliharaan ternak dengan baik dan menerapkan prinsip-prinsip pembibitan yang baik. b. Membuat laporan perkembangan pembibitan itik lokal, ayam lokal atau babi. 29BAB VI INDIKATOR KEBERHASILAN Indikator Keberhasilan melihat hasil kemajuan 1. Indikator Output a. Jumlah kelompok yang menerapkan prinsip-prinsip pembibitan - Itik lokal 16 kelompok, - Ayam lokal 13 kelompok - Babi 10 kelompok b. Jumlah bibit yaitu - Itik lokal 8000 ekor, - Ayam lokal 6500 ekor - Babi 250 ekor 2. Indikator Outcome a. Meningkatnya mutu bibit ternak non ruminansia melalui penerapan prinsip-prinsip pembibitan yang baik. b. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan anggota kelompok di bidang pembibitan yang baik. 30 22 BAB VII MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui berbagai masalah yang timbul dan tingkat keberhasilan yang dicapai, serta pemecahan masalahnya. Untuk itu kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala. Tim Teknis Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota melakukan monitoring dan evaluasi serta membuat laporan tertulis secara berjenjang untuk dilaporkan ke Ditjen PKH meliputi 1. Kemajuan pelaksanaan pembibitan itik lokal, ayam lokal atau babi. 2. Perkembangan populasi ternak di kelompok. B. Pelaporan Pelaporan dilakukan secara berkala dan berjenjang untuk mengetahui pelaksanaan pengembangan pembibitan itik lokal, ayam lokal atau babi, dengan tahapan sebagai berikut 1. Kelompok peternak penerima itik lokal, ayam lokal atau babi wajib melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan setiap bulan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota, selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya. 2. Dinas Kabupaten/Kota melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Dinas Provinsi dan Dinas Provinsi melaporkan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan cq. Direktur Perbibitan Ternak setiap triwulan, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. 3. Dinas provinsi melakukan rekapitulasi seluruh laporan perkembangan yang diterima dari kabupaten/kota setiap triwulan disampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya. 31BAB VIII PENUTUP Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Ternak Non Ruminansia ini merupakan acuan untuk kelancaran operasional pembibitan itik lokal, ayam lokal atau babi tahun 2014. Dengan pedoman pelaksanaan ini diharapkan semua pelaksana kegiatan dari tingkat pusat, provinsi sampai kabupaten/kota dapat melaksanakan kegiatan pembibitan ternak non ruminansia dengan baik, sehingga berhasil sesuai dengan tujuan. Hal-hal yang bersifat spesifik dan yang belum diatur dalam pedoman pelaksanaan ini dituangkan lebih lanjut di dalam petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dengan memperhatikan potensi dan kondisi masing-masing wilayah. DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN, DIREKTUR PERBIBITAN TERNAK 32 24 33Lampiran 1. Lokasi Pembibitan Ternak a. Lokasi Kegiatan Pembibitan Itik Lokal 1. Sumatera Utara 2. Sumatera Barat 3. Jambi 4. Bengkulu 5. Lampung 6. Banten 7. Jawa tengah 8. Jawa timur 9. Bal
Andaharus segera memindahkan benih yang telah lahir ke kolam pembibitan yang lebih besar. Sebab apabila tidak segera dipindahkan maka burayak tersebut ini akan dimakan oleh indukan ikan yang lain. Untuk mencegahnya, setidaknya pasang anda bisa memasangkan kawat secara horizontal tepat di tengah kolam. Dengan begitu setidaknya benur mampuManajemen Pembibitan Ternak Kambing dan Domba Pembibitan ternak adalah usaha budidaya ternak yang bertujuan untuk menghasilkan bibit baik untuk tujuan produksi maupun sebagai upaya pemuliaan ternak. Pembibitan ternak merupakan sektor hulu dalam peternakan untuk penyediaan bibit berkualitas agar menghasilkan ternak yang memiliki produktivitas yang ternak kambing dan domba merupakan salah satu upaya untuk menghasilkan bibit kambing dan domba yang produktiv dengan memperhatikan kesesuaian prasaran dan sarana yang adalah beberapa hal terkait prasarana dan sarana yang diperlukan dalam pembibitan ternak kambing atau dan LokasiDalam pembibitan ternak kambing maupun domba perlu memperhatikan ketentuan persyaratan lahan sebagai berikutLahan dan lokasi pembibitan harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW dimana lokasi pembibitan tersebut ada Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pemantauan Lingkungan yang dipilih memiliki potensi sebagai sumber bibit kambing maupun lokasi pembibitan juga harus memperhatikan kondisi dan topografi tanah agar mudah dalam mengatur pembuangan limbah sehingga tidak mencemari lingkungan akses jalan yang mudah dan terjangkau dengan alat indikator lahan dan lokasi di atas, pembibitan ternak kambing dan domba juga harus memperhatikan ketersediaan air dan sumber energi. Lokasi pembibitan harus tersedia sumber listrik dan sumber air yang memadai untuk menunjang pemeliharaan Juga Karakteristik Kewilayahan Ternak di Kabupaten Tolitoli Berdasarkan nila LQ, LI, dan SISaranaSelanjutnya dalam kegiatan pembibitan ternak kambing dan domba juga harus didukung oleh sarana yang memadai yang terdiri dari bangunan kandang dan sebagainya, alat dan mesin peternakan, alat kesehatan hewan, bibit, pakan, dan dan KandangBangunan merupakan sarana penting dalam pembibitan ternak karena sebagai tempat sebagian aktivitas pengelolaan peternakan dilakukan. Termasuk sebagai tempat pakan, kandang, tempat penampungan limbah, dan pembibitan ternak kambing dan domba diperlukan beberapa bangunan dan kandang antara lainKandang Pejantan Kandang ini digunakan sebagai kandang khusus untuk ternak pejantan. Sehingga ternak penjantan terpisah dari ternak Induk Kandang ini dikhususkan untuk induk kambing dan domba termasuk untuk kawin dan Pembesaran Kandang ini dikhususkan untuk pemeliharaan ternak kambing dan domba lepas sapih. Kandang Isolasi Kandang khusus untuk menampung atau memisahkan ternak yang sakit sehingga terpisah dari kawanannya. Kandang ini berfungsi untuk menghindari penularan penyakit dari ternak yang sakit ke ternak yang Laktasi Kandang laktasi khusus untuk ternak kambing perah sebagai kandang khusus untuk induk yang sedang dalam masa pengolahan dan penyimpanan pakan Bangunan ini berfungsi sebagai tempat untuk pengelolaan pakan ternak serta untuk penyimpanan pakan penampungan dan pengolohan kandang dalam pembibitan ternak kambing dan domba juga harus memperhatikan persyaratan kandang sebagai segi tata letak kandangKandang yang dibangun harus pada tempat yang kering dan tidak tergenang air pada saat kandang harus pada tempat yang mudah untuk memperoleh sumber kontruksi yang menjamin kelancaran sirkulasi udara serta mendapat penyinaran sinar matahari yang mengganggu lingkungan ramah lingkungan.Mudah diakses dengan alat TernakLuas Kandang1Jantan Dewasa1-1,2 m persegi/ekor2Betina Dewasa0,7-1 m persegi/ekor3Induk Laktasi0,7-1 m persegi/ekor + 0,5 m/ekor anak4Jantan/betina muda 7-12 bulan0,75 m persegi/ekor5Jantan/betina sapihan 4-7 bulan0,5 m persegi/ekorPemilihan BibitPembibitan ternak kambing dan domba harus memperhatikan bibit yang digunakan agar menghasilkan keturunan yang memiliki kualitas bibit kambing dan domba yang baik antara lainBentuk tubuh kompak, dada dan leher, garis punggung dan pinggang lurus, bulu lunak dan tampak mengkilap, tubuh besar dan kaki Kakinya lurus dan memiliki tumit Gigi lengkap, rahang atas dan bawah berasal dari keturunan kembar atau anak tunggal dari induk tidak menunjukkan gejala ternak sakit, aktif, mata cerah, dan konsumsi pakan PakanPemberian pakan untuk pembibitan ternak kambing dan domba harus sesuai dengan kebutuhan. Dibawah ini disajikan tabel kebutuhan ternak kambing dan domba pada berbagai masa 2. Kebutuhan Pakan Ternak Kambing untuk Pembibitan BB kgBK %BBPK %TDN %Ca %P %Kambing Lepas Sapih53,621700,230,21104,521,8700,230,21154,118,2650,210,20254,010,9600,200,19354,09,1600,190,18404,09,0600,190,18603,89,0600,190,18Kambing Induk Laktasi Awal Laktasi254,010,9600,300,22304,010,9600,290,21404,09,1550,280,20504,09,1550,270,20Kambing Induk Laktasi Akhir Laktasi254,010,0600,300,22304,010,0600,280,20404,09,1550,270,19503,58,2550,250,18Kambing Pejantan254,411,8650,210,19304,010,9650,200,18403,89,1600,200,18603,38,2550,170,15803,07,3500,150,14Keterangan BB Bobot Badan, BK bahan kering, PK Protein Kasar, TDN Total Digestible Nutrien, Ca Kalsium, P 3. Kebutuhan Pakan Ternak Domba untuk PembibitanBKkgBK%BBPK %TDN %Ca %P %Domba Lepas Sapih54,022,5901,201,0103,318,2700,760,67203,314,5600,420,38303,311,8600,290,26403,010,0600,250,23Domba Bunting205,09,8600,380,28304,08,2550,300,22404,78,2500,260,20504,38,0500,250,18603,07,8500,230,17Domba Jantan203,611,8650,400,36403,510,9600,210,19503,58,4550,170,15603,37,3500,150,14703,06,9500,140,13BB Bobot Badan, BK bahan kering, PK Protein Kasar, TDN Total Digestible Nutrien, Ca Kalsium, P pakan yang diberikan dapat berupa hijauan atau kombinasi hijauan dan konsentrat yang diramu khusus sesuai dengan kebutuhan masing-masing masa pertumbuhan ternak. Sebagai gambaran, kombinasi pakan yang bersumber dari hijauan berupa rumput dan leguminosa disajikan pada tabel dibawah 4. Imbangan Hijauan dan Leguminosa untuk Pakan Kambing dan DombaKondisi Fisiologi TernakKomposisi %HijauanLeguminosaDewasa/kering7525Bunting6040Menyusui5050Anak lepas sapih6040Baca Juga Cara Menyusun Ransum Ternak Ayam Sesuai KebutuhanPemeliharaanPemeliharaan ternak kambing dan domba untuk tujuan pembibitan juga harus diperhatikan agar ternak memperoleh perlakuan yang sesuai untuk mendukung pertumbungan dan perkembangan Pemeliharaan Ternak Kambing dan Domba Prasapih umur < 12 mingguTernak kambing atau domba prasapih adalah cempe yang masih menerima air susu dari induknya sehingga diperlukan perlakuan khusus sebagai berikutCempe yang berumur kurang dari 3 minggu harus terus mendapatkan suplai air susu dari induknya terutama harus dilapisi dengan alas yang kering dan hangat agar ternak merasa nyaman dapat berupa tilam atau jejabah.Untuk ternak yang tidak mendapatkan susu dari induknya harus diberikan susu atau kolostrum pengganti agar pertumbuhan awal dan imunitasnya cempe anak kambing berumur lebih dari 3 minggu sampai 8 minggu, dapat diberikan pakan dengan tekstur yang di atas 8 minggu ternak sudah dapat diberikan pakan berupa hijauan. Pemberian pakan hijauan pada fase ini diberikan bertahap sebagai perkenalan dan penyesuaian, tidak harus diberikan Pemeliharaan Ternak Kambing dan Domba Pascasapih umur 12 minggu keatasPascasapih adalah kondisi dimana ternak kambing dan domba sudah dipisahkan dari induknya yang dilakukan setelah ternak berumur 12 minggu 3 bulan. Pada fase ini pemberian air minum harus diperhatikan untuk mencegah ternak stres. Ternak juga sudah dapat diberikan pakan berupa hijauan dan sedikit Pemeliharaan Kambing dan Domba MudaTernak muda dilakukan pemeliharaan yang terpisah untuk memudahkan tata kelola termasuk pemberian pakan sesuai kebutuhan. Pember ian pakan dapat dilakukan dengan kombinasi hijauan dan konsentrat seseuai dengan kebutuhan Lihat tabel kebutuhan pakan diatas, serta pemberian air minum yang fase ini dilakukan pemeliharaan dan perawatan bulu, kuku, dan kulit secara rutin. Selain itu, untuk mencegah terjangkitnya penyakit juga dapat dilakukan vaksinasi serta pemberian obat cacing secara Pemeliharaan Kambing dan Domba DewasaKambing dan domba dewasa adalah ternak yang berumur diatas 1,5 tahun atau sudah memasuki fase reproduktif. Kambing dan domba dewasa dikategorikan sebagai a induk kering, b induk bunting, c Induk laktasi, dan d Induk KeringInduk kering adalah induk yang sedang tidak dalam fase menyusui atau laktasi. Induk kering adalah induk yang siap untuk dikawinkan kembali. Pemeliharaan induk kering pada pembibitan kambing dan domba harus memperhatikan hal-hal berikutPemberian pakan sesuai kebutuhan dan pakan ekstra 1 minggu sebelum dan sesudah pengaturan Induk buntingPemeliharaan kambing dan domba bunting harus memperhatikanPemberian pakan sesuai dengan kebutuhan dan dilakukan peningkatan mutu pakan pada sepertiga terakhir fase air minum yang cukup sepanjang tempat beranak yang bersih, kering, dan Induk LaktasiInduk laktasi adalah induk kambing dan domba yang sedang dalam masa laktasi produksi air susu yang dalam pemeliharaannya memperhatikan hal-hal sebagai berikutPemberian pakan sesuai dengan kuantitas dan kualitas berdasarkan kebutuhannya, serta memperhatikan jumlah anak yang induk memiliki lebih dari 1 ekor anak maka perlu dilakukan pengaturan pemberian air minum yang cukup harus untuk ternak perah, pemeliharaan induk dan anak harus dipisah dengan tetap memenuhi kebutuhan air susu PejantanPemeliharaan pejantan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikutPemenuhan kebutuhan pakan serta pemberian pakan ekstra pada saat sebelum dan sesudah dipisahkan tersendiri pada kandang pejantan dan pemeliharaannya dilakukan pada masing-masing adalah proses krusial dalam pembibitan ternak kambing dan domba karena berhubungan dengan potensi bibit yang dihasilkan. Perkawinan dapat dilakukan secara alami atau buatan dengan metode Inseminasi Buatan IB.Untuk menghasilkan bibit yang berkualitas, perkawinan ternak harus memperhatikan hal-hal berikutPejantan yang digunakan adalah pejantan unggul dan menggunakan kawin alam sebaiknya memperhatikan ratio jantan betina 1 menggunakan IB, semen yang digunakan harus semen beku yang teruji kualitasnya serta bebas dari penyakit hewan terhadap kerabat dekat sebaiknya dihindari untuk meminimalisir kemunculan sifat resesif pada gejala estrus/birahi kambing dan domba yang biasanya antar 12 - 48 jam. Pengamatan dapat dilakukan secara langsung atau dengan menggunakan pejantan dibatasi maksimal selama 18 bulan, setelah itu dilakukan recording diperlukan dan sangat penting dalam kegiatan pembibitan ternak kambing dan domba. Pencatatan bertujuan untuk menginventarisir seluruh data yang berkaitan dengan ternak yang dibelihara. Pencatatan harus dilakukan pada seluruh ternak per individu yang adalah beberapa komponen yang harus dimasukkan dalam pencatatan pada pembibitan ternak kambing dan dombaCatatan rumpun atau galur silsilah minimal memiliki catatan silsilah satu generasi diatasnya.Catatan perkawinan, yang meliputi tanggal kawin, nomor pejantan, jenis perkawinan IB/kawin alam.Catatan kelahiran yang meliputi tanggal kelahiran, jenis kelahiran, dan bobot jumlah anak sekelahiran misalnya lahir tunggal atau kembarCatatan penyapihan tanggal dan bobot sapihCatatan bobot badan pada umur 6-12 bulan serta pada setiap jarak beranak calving interval.Untuk kambing perah diperlukan catatan tentang produksi susu sesuai denga periode vaksinasi dan pengobatan meliputi tanggal, perlakuan, dan jenis vaksin atau obat yang mutasi Riwayat pemasukan atau pengeluaran SeleksiHasil akhir yang diharapkan dalam sebuah pembibitan ternak adalah bibit yang berkualitas baik. Oleh karena itu pelu dilakukan seleksi untuk menjamin bahwa bibit yang dihasilkan adalah bibit unggul yang adalah beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam seleksi ternak kambing dan dombaIndukInduk kambing dan domba dengan catatan kelahiran yang teratur 3 kali dalam 2 frekuensi beranak kembar yang total produksi anak sapihan diata libido tinggi dan kualitas spermanya performa individu yang sesuai dengan standar berdasarkan rumpun dan galur IndukPembibitan untuk menghasilkan ternak sebagai calon induk harus memperhatikan hal-hal berikutMemiliki bobot sapih yang sesuai setelah dikoreksi terhadap umur induk dan tipe bobot badan diatas rata-rata pada umur 6 sampai 9 pertambahan bobot badan diatas rata-rata saat pra dan pasca penampilan fenotipe yang sesuai berdasarkan rumpun PejantanPembibitan untuk menghasilkan ternak sebagai calon pejantan harus memperhatikan hal-hal berikutMemiliki bobot sapih yang sesuai setelah dikoreksi terhadap umur induk dan tipe bobot badan diatas rata-rata pada umur 6, 9, dan 12 pertambahan bobot badan diatas rata-rata saat pra dan pasca libido yang tinggi dan kualitas sperma penampilan fenotipe yang sesuai berdasarkan rumpun pembibitan ternak juga harus disiapkan ternak pengganti yang bertujuan sebagai upaya peremajaan terhadap induk dan pejantan yang digunakan dalam pembibitan. Upaya ini dilakukan agar pembibitan tetap dapat menghasilkan bibit unggul yang yang dianggap tidak produktif lagi sebagai pembibit serta ternak yang tidak lolos seleksi sebagai bibit harus diculling. Ternak yang diculling diafkir dipisahkan dari kelompoknya dan dapat dilakukan penggemukan atau dapat langsung Juga 5 Faktor Penyebab Peternakan Rakyat Sulit Berkembang
Pemuliaan adalah merupakan suatu usaha untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu genetik ternak melalui pengembanganbiakan ternak-temak yang memiliki potensi genetik yang baik sehingga diperoleh kinerja atau potensiproduksi yang arti pembibitan adalah suatu tindakan manusia untuk menghasilkan ternak bibit, dimana yang dimaksud dengan temak bibit adalah ternak yang memenuhi persyaratan dan karakter tertentu untuk dikembangbiakan dengan tujuan standar produksi /kinerja yang peternak dapat menentukan dua hat yang berpengaruh terhadap peningkatan mutu genetic temaknya yaknimelalui- Memilih ternak yang dipakai sebagai Memilih ternak yang akan dikawinkan,Alat atau metode yang dapat digunakan antara lain berupa1 . Seleksi2. Mengendalikan sistim perkawinan untuk pemuliaan temak, seorang peternak cenderung untuk merubah atau menentukan hat-hat yang terlihat seperti produktifitas ternak pada tingkatan tertentu yang diinginkan. Untuk melakukannya diperlukan informasi atau data mengenai sifat-sifat yang akan diturunkan tersebut atau sering disebut dengan sifat-sifat genetic misalnya seperti bobot badan, produksi telur, warna bulu dan sebagainya. Beberapa perbedaan sifat-sifat genetika tersebut sangat mudah dan dapat dilihat, dibedakan dan dikelompokkan, misalnya ternak bertanduk dengan yang tidak bertanduk, warna kulit tubuh merah ataupun hitam dan sebagainya. Sifatsifat seperti itu dikenal sebagai sifat kualitatif dan dikontrol oleh sejumlah kecil gen. Sedangkan kebanyakan sifat-sifat produktif yang menjadi pengamatan peternak adalah dikontrol oleh pasangan-pasangan gen dan termodifikasi olehlingkungan yang dihadapi oleh ternak bersangkutan. Sifat-sifat produksi Jim dikenal sebagai sifat kuantitatif dan tidak dapat dikelompokkan secara tegas misalnya produksi daging, susu dan bulu wool.1. Sistim PerkawinanSebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dasar dalam pemuliaan ternak adalah untuk meningkatkan produksi dan produktifitas ternak melalui perbaikan atau peningkatan mutu genetiknya. Cara atau metode yang digunakan terdiri dari sistim perkawinan dan sistim seleksi. Sistim perkawinan yang selalu dan sering digunakan untuk meningkatkan mutu genetic ternak antara lain a. Perkawinan dengan tujuan meningkatkan homosigotas Inbreeding.b. Perkawinan dengan tujuan meningkatkan heterogositas Outbreeding.2. Sistim SeleksiSeleksi adalah istilah dalam pemilihan ternak yang menggambarkan proses pemilihan secara sistimatis ternak-ternak dari suatu populasi untuk dijadikan tetua generasi berikutnya. Pada dasarnya seleksi dibagi menjadi dua bentuk yaknia. Seleksi Alam Yaitu pemilihan hewan atau ternak menjadi tetua untuk generasi selanjutnya, yang dilakukan oleh alam. Seleksi alarn yang berlangsung beratus tahun akan menghasilkan ternak yang mempunyai daya adaptasi denganlingkungan alarn sekitar yang berlaku Seleksi Buatan Seleksi yang dilakukan oleh manusia dengan tujuan buatan selanjutnya dapat dibedakan menjadi a. Seleksi Individual Mass SelectionYaitu seleksi untuk ternak bibit yang didasarkan pads catatan produkti fitas masing-masing ternak. Seleksi individual pada ternak sapi adalah cara seleksi yang paling sederhana dan mudah dilakukan di pedesaan dengan dasar bobot sapih anak sapi yang ada dan Seleksi Kekerabatan Family SelectionYaitu seleksi individu atas dasar performans kerabat-kerabatnya misalnya saudara tiri sebapak atau saudara kandung. Seleksi kerabat dilakukan untuk memilih calon pejantan sapi perah dengan tujuan untuk meningkatkan produksi susu yang tidak dapat diukur pada ternak sapi jantan, dengan mengukur produksi kerabat-kerabat betinanya yang menghasilkan susu. c. Seleksi Silsilah Pedigree SelectionSeleksi yang dilakukan berdasarkan pada silsilah seekor ternak. Seleksi in] dilakukann untuk memilih ternak bibit pada umur muda, sementara hewan muda tersebut beium dapat menunjukkan sifat-sifat produksinya. Pemilihan Bibit Ternak contoh ternak knmbing/domba Pemilihan bibit ternak bertujuan untuk memperoleh bangsa-bangsa ternak yang memiliki sifat-sifat produktif potensial seperti memiliki persentase kelahiran anak yang tinggi, kesuburan yang tinggi, kecepatan tumbuh yang baik serta ppersentasi karkas yang baik dan sebagainya. Kriteria - kriteria yang biasa dipergunakan sebagai pedoman dalarn rangka melaksanakan seleksi atau pemilihan bibit ialah bangsa ternak, kesuburan dan persentase kelahiran anak, temperamen dan produksi susu induk, produksi daging dan susu, recording dan status kesehatan temak BangsaPemilihan jenis ternak kambing/domba yang hendak diternakan biasanya dipilih dari bangsa ternak kambing/domba unggul 2. Kesuburan dan persentase kelahiran anak yang tinggiSeleksi calon induk maupun pejantan yang benar jika dipilih dan turunan yang beranak kembar dan mempunyai kualitas kelahiran anak yang Temperamen dan jumlah produksi susu indukInduk yang dipilih hendaknya sebaiknya memiliki temperamen yang baik, mau merawat anaknya serta selalu siap untuk menyusui Penampilan EksteriorPenampilan eksterior ternak bibit harus menunjukkan kriteria yang baik untuk bibit baik ternak jantan maupun betinanya induk. Untuk memberikan penilaian keadaan atau penampilan eksterior dapat dilakukan dengan melakukan perabaan/pengukuran ataupun pengamatan.